14 September 2014, merupakan hari yang... entahlah, bahagia,
sedih, aneh, tak percaya, campur aduk jadi satu. Iya, tanggal tersebut adalah
hari pernikahan saya. Hari yang seringkali saya bayangkan tapi tak terbayangkan
dengan jelas. Hari dimana ini pernah menjadi bahan lelucon diantara teman-teman
saat sedang ngerumpi, “eh nanti
kira-kira kita kpan nikahnya ya? kita nikah sama siapa ya? Cowoknya kayak apa
ya? Eh undang-undang ya klo nanti nikah. Nanti gw maunya nikahnya begini, tempatnya disana, undangannya begitu”.
Gambar click link
Sebelumnya saya memang pernah menargetkan untuk menikah di usia
24, tapi saya tak pernah menyangka bahwa ternyata usia 24 tahun itu cepat
sekali, dan tak pernah menyangka bahwa target saya ini di kabulkan oleh Allah.
Karena meskipun memasang target, saya gak pernah ngotot HARUS menikah di usia
24 tahun, tapi kenyataannya, setelah 1 bulan melewati usia 24 tahun, saya
menikah. Begitu juga dengan suami saya sekarang, saya masih ingat, ketika di
tanya temannya saat kuliah “kapan mau nikah?”, dengan spontan dia
menjawab “tahun 2014”, dan ternyata kami memang menikah di tahun 2014, diapun
tak menyangka bahwa apa yang diucapkannya menjadi kenyataan. Barakallah...
Allah sungguh Maha Besar dan Maha Berkehendak, bukti nyata bahwa ucapan adalah
Doa. Sempat merasa tak siap, ingin lari, tapi pada akhirnya, dengan Kuasa Allah, pernikahan ini terjadi juga.
Gambar click link
Hari itu, usai sholat Shubuh, saya
sudah bergegas menuju gedung tempat pernikahan akan berlangsung. Sempat
menunggu sebentar, akhirnya perias pengantin datang, dan perias dengan sigap
mendandani saya. Saat sedang mendandani saya, dia bertanya “gugup gak mbak?”,
dan saya jawab “sama sekali gak”. Iya benar, saat itu saya sama sekali tidak
gugup. Satu persatu teman saya berdatangan ke ruang rias saat acara akad akan
dimulai, terimakasih untuk Kak MJ, Ema, Marla, Wati yang telah menemani saya
melalui detik-detik terpenting dalam hidup saya.
Me with Kak MJ ^.^
Terimakasih Ema, Marla, Wati (kiss kiss :*)
Sekitar pukul 08.30, acara akad nikah dimulai. Saat itu,
tangan saya sudah mulai dingin, tapi jantung saya masih berdetak normal. Saya
sampai heran, apa yang saya pikirkan? Kenapa tangan saya tiba-tiba berubah jadi
dingin? Saya sendiri tak mampu menjelaskannya. Kemudian saya menggenggam tangan
kak MJ yang hangat untuk meredakan dinginnya tangan saya.
Awalnya saya pikir, saya tak akan gugup menjalani ini semua,
karena saya ada di dalam ruang rias, saya tak ada di samping calon suami saat
dia mengucapkan ijab qabul, saya tak akan tahu bagaimana kondisi di luar. Tapi,
saat saya mendengar calon suami saya mengucapkan “saya terima nikahnya
Nurdelimah Agustia...”, kemudian saya mendengar orang-orang di luar berkata
sah, dan teman-teman di ruang rias mengucapkan selamat pada saya, seketika saya
lemas, jantung saya berdegup kencang. Daaaan... That’s it... Saya resmi menjadi
seorang isteri.
Ihihihi,,, yang belom nikah, jangan iri liat ini yah >.<
Dalam ruang rias itu, saya seakan tak percaya. Saya
berkali-kali bertanya pada teman saya, “udah selesai? Udah sah? Jadi isteri ni
gw sekarang? Beneran udah sah ni?”, dan teman saya menjawab “iya udaaaaah....”.
Bingung, heran, lutut lemas, wajah memanas, hati terharu, mata berkaca-kaca,
rasanya ingin berteriak “Ya Rabb,,, Alhamdulillah, Astaghfirullah, saya udah
jadi isteri ni ya Rabb, gimana doooong”. Tak terbayangkan bahwa semudah dan
secepat itu merubah yang haram jadi halal, merubah bukan mahram menjadi mahram.
Iya Perasaan
saya saat itu memang campur aduk, tapi satu hal yang saya tahu pasti, bahwa ini
hanyalah sebuah awal. Saya saat itu memang bahagia, tapi saya tahu ke depannya
perjalanan akan semakin sulit. Proses akad memang tampak mudah dan cepat, tapi
pengambilan keputusan untuk akad nikah itu yang sulit (click disini). Maka dari sebelum
menikah saya harus berkata pada diri saya “Saya mampu dan Allah pasti akan
memampukan saya dalam menjalani bahtera rumah tangga nanti”. Saya harus yakin
akan hal itu. Saya punya Allah.
0 komentar:
Posting Komentar