Selasa, 09 Juni 2015

Rasanya Tinggal di Rumah Mertua itu... :)

Diposting oleh Mak Nude di 02.32 7 komentar


Rasanya tinggal di rumah mertua itu... Menurutmu bagaimana? Menyeramkankah? Menakutkankah? Mengasyikkankah? Let’s see...

Setelah menikah, kami tinggal di rumah orang tua saya. Tapi, baru seminggu kami tinggal di rumah orang tua saya, tiba-tiba suami mengajak saya untuk tinggal di rumah orang tuanya. Seketika itu juga saya langsung sedih. Tidakkah dia merasa terlalu cepat membawa saya meninggalkan keluarga? Bukankah kita sepakat untuk tinggal di rumah orang tua saya selama sebulan? Tidakkah dia mengerti bahwa meninggalkan keluarga adalah hal terberat yang harus saya lakukan? Meskipun saya tahu cepat atau lambat saya akan meninggalkan mereka, tapi bukankah ini terlalu cepat?
Saat itupun saya berfikir, duh gimana ni? Beneran bakalan tinggal di rumah orang tua suami ni? Nanti sifat jelek saya ketahuan deh, nanti mertua tau deh saya tuh belum bisa masak, tukang tidur, sering bangun siang, pemalas pula. Hadeeeeeeeh.

Sekarang, mari saya coba bahas apa rasanya tinggal di rumah mertua.

 
Gambar click link


Kenyamanan? Tentu saja tidak bisa dibilang saya sangat nyaman. Saya yang biasanya dari kecil tinggal di rumah sendiri dengan lingkungan keluarga saya, tiba-tiba harus pindah ke lingkungan baru (red: rumah mertua), tentu saja ada perasaan gak nyaman, dan sepertinya semua serba gak enak. Sapu di rumah lebih enak daripada sapu di rumah mertua, kain pel di rumah lebih enak dipakai daripada di rumah mertua, kamar di rumah lebih nyaman, mesin cuci di rumah lebih enak dipakai daripada di rumah mertua, meskipun mesin cuci di rumah mertua lebih canggih.

Pada awal hari-hari di rumah mertua, saya begitu merindukan rumah, saya rindu suasananya, perabotan yang biasa saya pakai, orang-orang yang tinggal di dalamnya, bahkan bau khas rumah. Padahal saya baru tinggal beberapa hari di rumah mertua, dan padahal setiap hari saya mengunjungi rumah, karena tempat kerja saya sangat berdekatan dengan rumah. Di sela-sela kerja, saya sering ke rumah hanya untuk menemui mamah, untuk makan siang, untuk mengambil beberapa barang, dan menunggu suami menjemput saya. Meskipun begitu, setelah sampai rumah mertua, saya langsung teringat rumah, dan rasanya saya ingin kembali, dalam hati saya berkata “saya tidak suka berada disini”. Meskipun saya pernah tinggal jauh dari rumah (ngekos di karawang), tapi ini rasanya berbeda. Meskipun sikap keluarganya baik sama saya, dan saya sudah mulai bisa berbincang-bincang dengan mereka. Tapi saya tetap kangen rumah. Suami saya sering sekali bertanya, mengapa wajah saya akhir-akhir ini murung, padahal saya sudah berusaha menyembunyikannya, saya jawab bahwa saya baik-baik saja, karena saya tidak ingin membuat dia merasa terbebani dengan apa yang saya rasakan disini, saya ingin dia yakin bahwa bukanlah suatu masalah jika saya tinggal disini.

Sebenarnya dalam hati saya sedih, setiap ditanya suami, saya hanya bisa jawab “gak apa-apa”, dan hanya bisa menangis di belakang punggungnya. Hingga pada suatu titik saya merenung dan saya sadar hal yang menyebabkan saya selalu kangen rumah. Karena saya mengganggap rumah mertua adalah rumah yang asing. Kemudian saya mulai mencoba membuka diri saya, dan meyakinkan diri saya bahwa keluarga suami adalah keluarga saya, dan rumah ini harus saya anggap seperti rumah sendiri. Ya bagaimanapun, saya harus menjadi diri saya apa adanya (tentunya dengan tambahan harus sedikit lebih rajin), saya mulai berfikir bahwa saya tak perduli lagi bila keluarga suami tahu saya tukang tidur, suka nyanyi keras-keras, bawel, belum pinter masak, dan lain-lain. Biarlah keluarga baru saya ini mengenal saya, semakin banyak mereka tahu keburukan saya, itu tandanya mereka semakin dekat dengan saya, karena saya menunjukkan “the real me”. Saya-pun percaya, semakin mereka mengenal saya, mereka tidak hanya melihat sisi buruk saya, tapi juga sisi positifnya.

Selain menunjukkan the real me, hal yang saya coba tanamkan pada diri saya selama tinggal di rumah mertua adalah berfikir positif dan toleransi. Namanya tiba-tiba ada orang baru di rumah, rasa canggung baik itu dari mereka atau saya sudah pasti terjadi, sekali lagi ini hanya soal waktu, saya dan mereka sama-sama perlu mebiasakan diri pada suasana baru ini. Saya masih perlu beradaptasi dengan semua benda-benda yang ada di rumah mertua, dengan semua anggota keluarga, dan juga dengan budaya keluarganya. Saya disini masih sebagai pemerhati, dan mempelajari setiap budaya yang ada di keluarga ini. Pernah juga saya bertanya-tanya “kok mereka begini yah? Oh jadi disini kebiasaannya begitu yah? Kok beda ya sama di rumah? Aduh jangan-jangan mereka gak suka dan gak nyaman lagi ada saya...”. Then now.... Just don’t think and worry too much Tia. Biar bagaimanapun, saya harus ingat  bahwa saya tinggal di keluarga baru yang BERBEDA dengan keluarga di rumah selama ini. Jadi udah deeeeeh gak usah mikir macem-macem Tia, cobalah untuk memahami, mempelajari, menelaah karakter dan budaya keluarga baru ini. Saya lagi-lagi MEMAKSA untuk berfikir positif hingga pada akhirnya saya bilang “oh mungkin disini begini karena begitu.. oh jadi manfaat budaya ini tuh begini...”. Sayapun juga harus ingat yang namanya toleransi, kadang saya menolak untuk mengerti, kadang saya tak bisa menerima beberapa sikap mereka, kadang saya ditegur karena sifat saya, tapi biar bagaimanapun saya tetap harus menghargai, dan mengikuti aturan yang berlaku, dimana bumi dipijak, disitulah langit dijunjung, selama tidak melanggar syariat islam, saya pikir tak ada masalah. Saya gak boleh kekeuh sama pendapat saya akan suatu hal, ikutin dan pahami aja dulu. Sayapun harus berfikir positif, kalau kita ditegur atau dinasehatiDari sini, saya malah jadi semakin banyak belajar, saya bisa belajar dari dua budaya keluarga, saya jadi punya bayangan akan dibangun seperti apa keluarga saya nanti, suasana seperti apa yang akan dihidupkan jika kami sudah punya rumah sendiri. Indah bukan?

Beruntungnya, berhubung rumah saya dan rumah suami jaraknya tidak terlalu jauh, selama ini kami tinggal bergantian, kadang kami tinggal di rumah orang tua saya, kadang di keluarga orang tua suami. Dengan begini, kami bisa saling mengerti dan bisa saling dekat dengan keluarga masing-masing, kamipun bisa saling memahami budaya masing-masing. Akan tetapi, senyaman apapun rumah mertua atau rumah orang tua, layaknya impian orang yang membina rumah tangga, pasti ingin punya rumah sendiri untuk membangun dan membina keluarga sendiri. Anggaplah ini sebagai awalan dari mengenal keluarga masing-masing. Yah, hidup ini akan terasa indah jika kita saling menghargai dan tetap berfikir positif. Bayangkanlah...
 

Mika Miko Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea